A.
Pengertian Hukum
Perkembangan
Secara
etimologi hukum berarti ketetapan, bersifat mengikat dan menyeluruh. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa hukum adalah peraturan atau adat yang
secara resmi dianggap mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa melalui consensus
terlebih dahulu oleh para pakar. Sedangkan perkembangan berasal dari kata
kembang yang mendapat imbuhan pe dan an yang berarti proses tumbuh dan berubah
kearah yang berbeda baik itu berkembang secara negative atau positif dari
sebelumnya. Perkembangan bukan sekedar penambahan fisik atau peningkatan
kemampuan, melainkan sebuah proses integrasi dari fisik dan psikologis dalam pola
dan struktur yang kompleks.[1]
Ilmu
jiwa perkembangan, terkadang disebut ilmu jiwa genetis, ilmu jiwa anak
kebanyakan mempergunakan istilah psikologi perkembangan. Dalam bahasa inggris
dikenal dengan sebutan developmental
psychology.[2] Pengertian
“hukum” dalam ilmu jiwa perkembangan, tidaklah sama dengan yang bisa dikenal
dalam dunia perundang-undangan peradilan.
3
Selama
hayatnya, manusia sebagai individu mengalami perkembangan yang berlangsung
secara berangsur-angsur, perlahan tapi pasti, menjalani berbagai fase, dan ada
kalanya diselingi oleh krisis yang datangnya pada waktu-waktu tertentu. Proses
perkembangan yang berkesinambungan, beraturan, bergelombang naik dan turun,
yang berjalan dengan kelajuan cepat maupun lambat, semuanya itu menunjukkan
betapa perkembangan mengikuti patokan-patokan atau tunduk pada hukum-hukum
tertentu, yang disebut dengan “hukum perkembangan”.
Dari
ulasan diatas, dapat disimpulkan bahwa hukum perkembangan, yaitu aturan-aturan
yang bersifat mengikat yang biasanya terjadi di dalam proses tumbuh kembang
manusia yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif dari mulai dari masa
konsepsi sampai usia dewasa dan meninggal yang terjadi secara terus menerus.
B.
Hukum-hukum
Perkembangan II
Selama
hayatnya, manusia sebagai individu mengalami perkembangan yang berlangsung
secara berangsur-angsur, perlahan tapi pasti, menjalani berbagai fase, dan ada
kalanya diselingi oleh krisis yang datangnya pada waktu-waktu tertentu. Proses
perkembangan yang berkesinambungan, beraturan, bergelombang naik dan turun,
yang berjalan dengan kelajuan cepat maupun lambat, semuanya itu menunjukkan
betapa perkembangan mengikuti patokan-patokan atau tunduk pada hukum-hukum
tertentu, yang disebut dengan “hukum perkembangan”.[3]
Hukum
perkembangan itu banyak sekali, di antaranya adalah
1. Hukum hierarki perkembangan
Hukum
hierarki adalah hukum perkembangan yang berpandangan bahwa perkembangan anak
tidak mungkin akan mencapai suatu fase dengan cara spontan atau sekaligus, akan
tetapi melalui tahapan-tahapan atau tingkatan-tingkatan tertentu yang telah
tersusun sedemikian rupa. Sehingga perkembangan diri seseorang menyerupai deret
perkembangan. Semisalnya perkembangan pikiran atau intelek anak mesti didahului
dengan perkembangan perkenalan dan pengamatan. Kemudian contoh lain, kemampuan
berjalan secara lahiriah dapat diperkirakan akan mucul dengan sendirinya
ternyata masih memerlukan belajar, meskipun sekedar memfungsikan organ kaki
anak yang sebenarnya berpotensi untuk bisa berjalan sendiri.
Contoh
lain, perkembangan ranah rasa seperti bertenggang rasa terhadap orang lain, tentu
tidak timbul atau ada sendiri dalam diri siswa melainkan siswa harus melalui
tahap belajar terlebih dahulu.
Dari
ulasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum hierarki perkembangan adalah
suatu hukum perkembangan yang memandang bahwa perkembangan anak dilalui dengan
berbagai tahapan atau tingkatan dan tidak serta merta mencapai suatu fase
secara spontan.
2. Hukum masa peka
Masa
peka adalah suatu masa ketika fungsi-fungsi jiwa menonjolkan diri ke luar, dan
peka akan pengaruh rangsangan yang datang. Istilah masa peka pertama kali
ditampilkan oleh seorang ahli Biologi (biolog) dari Belanda, bernama Prof. Dr.
Hugo de Vries (1848-1935). Hukum masa peka ini diperkenalkan oleh Maria
Montessori, seorang pendidik kebangsaan Italia. Menurutnya, masa peka merupakan
masa pertumbuhan ketika suatu fungsi jiwa mudah sekali dipengaruhi dan
dikembangkan.[4]
Masa
peka adalah suatu masa dimana sesuatu berfungsi sedemikian baik perkembanganya
dan harus dilayani dan diberi kesempatan sebaik-baiknya, dan masa dimana
perkembangan sesuatu fungsi maksimal besarnya..[5]
Masa peka merupakan suatu masa yang paling tepat untuk berkembang, suatu fungsi
kejiwaan atau fisik seorang anak. Sebab perkembangan suatu fungsi tidak
berjalan secara serempak atau bersamaan antara yang satu dengan yang lainnya,
seperti halnya masa peka untuk berjalan bagi seorang anak itu pada awal tahun
kedua dan untuk berbicara sekitar akhir tahun pertama.
Contoh
lain, masa peka untuk berjalan adalah tahun ke-2, masa peka untuk menggambar
adalah tahun ke-5, masa peka untuk ingatan logis adalah tahun ke-12, dan
seterusnya.[6] Kadang-kadang
seorang anak telah peka membaca pada umur 4 tahun, sedangkan anak lain baru
peka membaca pada umur 5 tahun. Tetapi ada yang lambat lagi, ia baru
mengalaminya pada umur 6 atau 7 tahun, sebab masa peka tidak sama timbulnya,
dan hanya sekali saja dialami anak dalam kehidupannya.
Masa
peka ini hanya datang sekali selama hidupnya. Apabila masa peka ini tidak
digunakan sebaik-baiknya atau tidak mendapat kesempatan untuk berkembang, maka
fungsi-fungsi tersebut akan mengalami kelainan atau abnormal.[7]
Dan hal ini akan mengganggu perkembangan selanjutnya. Karena adanya suatu masa
yang disebut masa peka. Maka perkembangan tidak lain adalah terpenuhinya masa
peka anak-anak. Makin tepat pelayanan terhadap masa peka, berarti anak makin
baik perkembangannya.[8]
Dari
ulasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum masa peka adalah masa
perkembangan sesuatu fungsi maksimal besarnya dan paling tepat untuk berkembang
suatu fungsi kejiwaan atau fisik seorang anak.
3. Hukum dan mengembangkan diri
Hukum
mengembangkan diri adalah hasrat mengembangkan diri dari anak yang terlihat
dalam bentuk hasrat ingin tahu, mengenal lingkungan, ingin bergerak, kegiatan
bermain-main, dan sebagainya. Hasrat-hasrat ini dapat mengembangkan pembawaan
jasmani (urat-urat, saraf, kaki, tangan, kepala, dan lain-lain) serta pembawaan
rohani (fantasi, pikiran, perasaan dan lain-lain).
Hukum
mengembangkan diri diawali dengan dorongan yang pertama adalah dorongan
mempertahankan diri, kemudian disusul dengan dorongan mengembangkan diri.
Dorongan mempertahankan diri terwujud misalnya dorongan makan dan menjaga keselamatan
diri sendiri. Contohnya anak menyatakan perasaan lapar, haus, dan sakit dalam
bentuk menangis maka tangisan itu dianggap sebagai dorongan mempertahankan
diri.
Pada
anak-anak biasanya terlihat rasa ingin tahunya itu besar sekali, sehingga
ank-anak tidak hentin-hentinya bertanya mengenai suatu hal dan dirinya akan
merasa senang apabila dunianya diisi dengan berbagai pengalaman dan pengetahuan
yang didapat dari sekelilingnya. Melalui kegiatan bermain, berkumpul dengan
teman, bercerita dan sebagainya itu dapat dianggap sebagai dorongan untuk
mengembangkan diri. Para ahli psikologi sering mempelajari laju perkembangan
yang “khas” pada usia berapakah anak pada umumnya mulai berbicara, berapa
cepatkah perbendaraan kata meningkat bersamaan dengan meningkatnya umur.[9]
Hukum
ini berpandangan bahwa sesungguhnya setiap individu memiliki dorongan alamiah
untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya. Dorongan untuk mengembangkan diri
wujudnya berlainan antara individu satu dengan lainnya. Misalnya, pada remaja
ada rasa ingin selalu bersaing dengan orang lain, perasaan kurang puas terhadap
hasil yang telah dicapai, keinginan untuk mengetahui segala sesuatu, semua ini
merupakan dorongan untuk mengembangkan diri. Hukum perkembangan mengembangankan
diri merupakan hukum dimana anak tersebut ada yang cepat (tempo singkat) dan
adapula yang lambat dalam pengembangannya. Contohnya keterampilan berbicara dan
berjalan. Tidak seorang pun manusia normal yang menghendaki kemunduran
perkembangan dirinya, ia menghendaki bodoh, dan lain sebagainya. Tetapi
sebaliknya setiap anak pasti menghendaki perkembangan diri kearah suatu
kemajuan, dalam suatu tingkat yang lebih tinggi dan tingkat sebelumnya.
Dengan
demikian, setiap manusia disamping memiliki hasrat untuk mempertahankan diri, juga
memiliki hasrat untuk mengembangkan diri. Sehingga bisa lebih mengarah dalam
tingkat yang lebih tinggi sesuai kehendak dan potensi pembawaan yang mereka
miliki sejak lahir. Manusia akan
selalu ingin mencoba hal-hal baru yang ada disekitarnya. Dari situ mereka akan
mengenal apa yang belum mereka ketahui, dan akhirnya mereka mengalami suatu
perkembangan diri baik secara fisik atau psikis.
Dari
ulasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum mengembangkan diri adalah hasrat
mengembangkan diri dari anak yang terlihat dalam bentuk hasrat ingin tahu,
mengenal lingkungan, ingin bergerak, kegiatan bermain-main, dan sebagainya.
4. Hukum rekapitulasi
Hukum
rekapitulasi ini menjelaskan, bahwa perkembangan psikir anak adalah ulangan
secara singkat perkembangan umat manusia. Seluruh perkembangan umat manusia
terulang dalam waktu beberapa tahun saja secara singkat dalam perkembangan
anak. Mengutip pendapat Zulkifli yang merumuskan pendapat Heckel, yaitu seorang
ahli biologi yang memperkenalkan hukum rekapitulasi yang disebutnya “hukum
biogenetis”. Dalam hukum tersebut perkembangan jasmani individu merupakan bagian
dari perkembangan jenisnya. Dengan perkataan lain, ontogenese adalah rekapitulasi dari phylogenese. Ontogenese adalah perkembangan individu. Sedangkan phylogenese adalah kehidupan nenek
moyang suatu bangsa.[10]
Dengan demikian menurut hukum rekapitulasi ini perkembangan yang dialami
seseorang anak merupakan ulangan ringkas sejarah kehidupan umat manusia.
Di
antara para ahli ada yang setuju dengan hukum rekapitulasi ini, tetapi ada juga
yang menolak sebagian bahkan ada yang menolak sama sekali.[11]
Sebagian besar ahli psikologi perkembangan mengakui adanya persamaan di antara
kehidupan kebudayaan mulai dari bangsa-bangsa primitive sampai pada kehidupan
kebudayaan bangsa yang modern dewasa ini. Contoh hukum pengulangan ini dapat
dilihat dari fase-fase perkembangan anak yang sesuai dengan perkembangan
kehidupan bangsa-bangsa sejak zaman dahulu, yaitu”
a.
Masa
berburu dan menyusun
Masa ini dialami
ketika anak berusia sekitar 8 tahun, yang ditandai dengan kesenangan anak untuk
menangkap binatang (berburu), bermain panah, bermain untuk saling mengintai
(jumpritan), bermain kejar-kejaran, dan perang-perangan.
b.
Masa
berternak (mengembala)
Masa ini disebut
juga dengan masa menggembala. Masa ini dialami anak sekitar usia 8 sampai 10
tahun. Ciri yang menonjol pada masa ini adalah anak senang sekali memelihara
binatang, seperti ayam, burung merpati, kucing, kelinci, hamster, dan
lain-lain.
c.
Masa
bercocok tanam (bertani)
Masa ini dialami
anak ketika usia sekitar 12 tahun. Pada masa ini terlihat kegemaran anak untuk
bercocok tanam, seperti senang menanam tanam-tanaman, memeliharanya,
menyiraminya, dan sebagainya. Misalnya, tanaman bunga, tanaman pot bunga, atau
tanaman dihalaman rumah. Biasanya anak ingin mempunyai kebun sendiri meskipun
dalam ukuran mini.
d.
Masa
berdagang
Masa ini dialami
anak ketika berusia sekitar 14 tahun. Pada masa ini terlihat kesenangan anak
untuk beraktivitas yang mirip dengan perdagangan, seperti kesukaan anak untuk
jual beli, tukar-menukar barang (perangko bekas, gambar dan lain-lain). Berkirim
foto dengan sahabat pena, dan sebagainya.[12]
e.
Masa
industri
Masa ini timbul
usia sekitar 15 tahun ke atas. Pada masa ini terlihat kesenangan dan keasyikan
anak mengerjakan pekerjaan tangan, seperti menyulam, membuat keterampilan
tangan, dan sebagainya. Misalnya, membuat layang-layang, membuat seruloing
bambu, katapel, gasing, dan sebagainya.
Dengan demikian, hukum rekapitulasi
merupakan hukum perkembangan yang memandang bahwa perkembangan yang dialami
seorang anak merupakan pengulangan secara cepat sejarah kehidupan suatu bangsa
nenek moyang yang berlangsung dengan lambat selama berabad-abad.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hukum perkembangan adalah Aturan-aturan yang
bersifat mengikat yang biasanya terjadi di dalam proses tumbuh kembang manusia
yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif, bergelombang naik dan turun, yang
berjalan dengan kelajuan cepat maupun lambat dari mulai dari masa konsepsi
sampai usia dewasa dan meninggal yang terjadi secara terus menerus. Dari pembahasan makalah tentang hukum-hukum perkembangan
II, maka dapat disimpulkan, bahwa:
1. Hukum
perkembangan adalah turan-aturan yang bersifat mengikat
yang biasanya terjadi di dalam proses tumbuh kembang manusia yang bersifat
kualitatif maupun kuantitatif, bergelombang naik dan turun, yang berjalan
dengan kelajuan cepat maupun lambat dari mulai dari masa konsepsi sampai usia
dewasa dan meninggal yang terjadi secara terus menerus.
2. Ada beberapa macam hukum perkembangan yaitu
hukum hierarki yang merupakan hukum perkembangan dimana dalam perkembangan anak
melalui tahapan dan tingkatan dan tidak serta merta berkembang secara spontan, hukum
masa peka bahwa perkembangan anak ada di masa suatu fungsi berkembang maksimal,
hukum memgembangkan diri adalah hasrat mengembangkan diri dari anak yang terlihat
dalam bentuk ingin tahu, bergerak, mengenal lingkungan, dan sebagainya. Dan
hukum rekapitulasi adalah hukum yang memandang bahwa perkembangan yang dialami
anak merupakan pengulangan secara cepat sejarah kehidupan suatu bangsa nenek
moyang yang berlangsung dengan lambat selama berabad-abad.
B. Saran
Mata kuliah ini sangat penting bagi calon seorang guru. Sehingga penulis berharap agar dosen juga memberi pengarahan apabila ada kesalahan dalam pemaparan isi dan lainnya. Saran penulis bagi pembaca adalah hendaknya pembaca memahami isi dari makalah dan materi yang ada di dalamnya yang dapat digunakan sebagai bahan ajar untuk mengajar di SD dan MI.
Daftar Pustaka
Abu,
Munawar Sholeh. 2005. Psikologi
Perkembangan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Ahmadi,
Abu. 2005. Psikologi Perkembangan.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Desmita. 2009. Psikologi
Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Elizabeth B. Hurlock.
2012. Psikologi Perkembangan. Jakarta:
Erlangga.
Hartinah Siti. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT.
Refika Aditama.
Purnami Sri, Hidayati Wiji. 2008. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta:
Bidang Akademi UIN Sunan Kalijaga.
Sholehudin, Sugeng.
2008. Psikologi Perkembangan dalam
Perspektif Pengantar. Pekalongan: Gama Media.
Soerjabrata, Soemadi.
1975. Psychologi Perkembangan II. Yogyakarta:
Rake Press.
Thahirin. 2005. Psikologi Perbelajaran Pendidikan Agama Islam.
Jakarta: PT Raja Grasindo Persada.
Zulkifli, 2008. Psikologi Perkembangan. Bandung : Rosda Karya.
[1] Elizabeth
B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta:
Erlangga, 2012), hlm.2.
[2]Thahirin,
Psikologi Perbelajaran Pendidikan Agama
Islam. (Jakarta: PT Raja Grasindo Persada, 2005), hlm.41
[3]Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2009), hlm.15
[4]
Soemadi Soerjabrata, Psychologi
Perkembangan II, ((Yogyakarta : Rake Press. 1975), hlm.125
[5] Abu
Ahmadi, Psikologi Perkembangan, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2005), hlm.
26-27
[6] Wiji Hidayati, Sri Purnami, Psikologi Perkembangan, (Yogyakarta: Bidang
Akademi UIN Sunan Kalijaga, 2008), hlm.42
[7] Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik,…………..hlm.16
[8]
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta
Didik,…………hlm.17.
[9]Sugeng
sholehudin, Psikologi Perkembangan dalam
Perspektif Pengantar, (Pekalongan: Gama Media, 2008), hlm.56.
[10]Zulkifli, Psikologi Perkembangan, (Bandung :
Rosda Karya, 2008) hlm.42.
[11] Siti
Hartinah, Perkembangan Peserta Didik,
(Bandung: PT. Refika Aditama, 2008), hlm. 63.
[12]Sholeh
Munawar, Abu. Psikologi Perkembangan,( Jakarta : PT Rineka Cipta, 2005), hlm.
27.
0 Comments