Makalah Hukum Perkembangan

BAB II

A.      Pengertian Hukum Perkembangan

Secara etimologi hukum berarti ketetapan, bersifat mengikat dan menyeluruh. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa hukum adalah peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa melalui consensus terlebih dahulu oleh para pakar. Sedangkan perkembangan berasal dari kata kembang yang mendapat imbuhan pe dan an yang berarti proses tumbuh dan berubah kearah yang berbeda baik itu berkembang secara negative atau positif dari sebelumnya. Perkembangan bukan sekedar penambahan fisik atau peningkatan kemampuan, melainkan sebuah proses integrasi dari fisik dan psikologis dalam pola dan struktur yang kompleks.[1]

Ilmu jiwa perkembangan, terkadang disebut ilmu jiwa genetis, ilmu jiwa anak kebanyakan mempergunakan istilah psikologi perkembangan. Dalam bahasa inggris dikenal dengan sebutan developmental psychology.[2] Pengertian “hukum” dalam ilmu jiwa perkembangan, tidaklah sama dengan yang bisa dikenal dalam dunia perundang-undangan peradilan.

3

Dalam ilmu jiwa perkembangan, istilah hukum tidak dapat diasosiasikan. Misalnya, dengan hukum perdata atau hukum pidana. Melainkan yang dimaksud hukum perkembangan adalah kaidah fundamental tentang realitas kehidupan anak-anak (manusia), yang telah disepakati kebenarannya berdasarkan hasil pemikiran dan penelitian yang seksama. Misalnya, seorang anak baru bisa berkembang, apabila ia dalam keadaan hidup. Ini merupakan hukum yang sudah pasti, sehingga tidak mungkin dibantah kebenarannya oleh siapapun juga. Jadi, hidup adalah syarat mutlak bagi terjadinya proses perkembangan. karena sudah pasti dan mutlak kebenarannya, maka dalam ilmu jiwa perkembangan, susunan kalimat pernyataan seperti itu disebut hukum.

Selama hayatnya, manusia sebagai individu mengalami perkembangan yang berlangsung secara berangsur-angsur, perlahan tapi pasti, menjalani berbagai fase, dan ada kalanya diselingi oleh krisis yang datangnya pada waktu-waktu tertentu. Proses perkembangan yang berkesinambungan, beraturan, bergelombang naik dan turun, yang berjalan dengan kelajuan cepat maupun lambat, semuanya itu menunjukkan betapa perkembangan mengikuti patokan-patokan atau tunduk pada hukum-hukum tertentu, yang disebut dengan “hukum perkembangan”.

Dari ulasan diatas, dapat disimpulkan bahwa hukum perkembangan, yaitu aturan-aturan yang bersifat mengikat yang biasanya terjadi di dalam proses tumbuh kembang manusia yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif dari mulai dari masa konsepsi sampai usia dewasa dan meninggal yang terjadi secara terus menerus.

 

B.       Hukum-hukum Perkembangan II

Selama hayatnya, manusia sebagai individu mengalami perkembangan yang berlangsung secara berangsur-angsur, perlahan tapi pasti, menjalani berbagai fase, dan ada kalanya diselingi oleh krisis yang datangnya pada waktu-waktu tertentu. Proses perkembangan yang berkesinambungan, beraturan, bergelombang naik dan turun, yang berjalan dengan kelajuan cepat maupun lambat, semuanya itu menunjukkan betapa perkembangan mengikuti patokan-patokan atau tunduk pada hukum-hukum tertentu, yang disebut dengan “hukum perkembangan”.[3]

Hukum perkembangan itu banyak sekali, di antaranya adalah

1.    Hukum hierarki perkembangan

Hukum hierarki adalah hukum perkembangan yang berpandangan bahwa perkembangan anak tidak mungkin akan mencapai suatu fase dengan cara spontan atau sekaligus, akan tetapi melalui tahapan-tahapan atau tingkatan-tingkatan tertentu yang telah tersusun sedemikian rupa. Sehingga perkembangan diri seseorang menyerupai deret perkembangan. Semisalnya perkembangan pikiran atau intelek anak mesti didahului dengan perkembangan perkenalan dan pengamatan. Kemudian contoh lain, kemampuan berjalan secara lahiriah dapat diperkirakan akan mucul dengan sendirinya ternyata masih memerlukan belajar, meskipun sekedar memfungsikan organ kaki anak yang sebenarnya berpotensi untuk bisa berjalan sendiri.

Contoh lain, perkembangan ranah rasa seperti bertenggang rasa terhadap orang lain, tentu tidak timbul atau ada sendiri dalam diri siswa melainkan siswa harus melalui tahap belajar terlebih dahulu.

Dari ulasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum hierarki perkembangan adalah suatu hukum perkembangan yang memandang bahwa perkembangan anak dilalui dengan berbagai tahapan atau tingkatan dan tidak serta merta mencapai suatu fase secara spontan.

2.    Hukum masa peka

Masa peka adalah suatu masa ketika fungsi-fungsi jiwa menonjolkan diri ke luar, dan peka akan pengaruh rangsangan yang datang. Istilah masa peka pertama kali ditampilkan oleh seorang ahli Biologi (biolog) dari Belanda, bernama Prof. Dr. Hugo de Vries (1848-1935). Hukum masa peka ini diperkenalkan oleh Maria Montessori, seorang pendidik kebangsaan Italia. Menurutnya, masa peka merupakan masa pertumbuhan ketika suatu fungsi jiwa mudah sekali dipengaruhi dan dikembangkan.[4]

Masa peka adalah suatu masa dimana sesuatu berfungsi sedemikian baik perkembanganya dan harus dilayani dan diberi kesempatan sebaik-baiknya, dan masa dimana perkembangan sesuatu fungsi maksimal besarnya..[5] Masa peka merupakan suatu masa yang paling tepat untuk berkembang, suatu fungsi kejiwaan atau fisik seorang anak. Sebab perkembangan suatu fungsi tidak berjalan secara serempak atau bersamaan antara yang satu dengan yang lainnya, seperti halnya masa peka untuk berjalan bagi seorang anak itu pada awal tahun kedua dan untuk berbicara sekitar akhir tahun pertama.

Contoh lain, masa peka untuk berjalan adalah tahun ke-2, masa peka untuk menggambar adalah tahun ke-5, masa peka untuk ingatan logis adalah tahun ke-12, dan seterusnya.[6] Kadang-kadang seorang anak telah peka membaca pada umur 4 tahun, sedangkan anak lain baru peka membaca pada umur 5 tahun. Tetapi ada yang lambat lagi, ia baru mengalaminya pada umur 6 atau 7 tahun, sebab masa peka tidak sama timbulnya, dan hanya sekali saja dialami anak dalam kehidupannya.

Masa peka ini hanya datang sekali selama hidupnya. Apabila masa peka ini tidak digunakan sebaik-baiknya atau tidak mendapat kesempatan untuk berkembang, maka fungsi-fungsi tersebut akan mengalami kelainan atau abnormal.[7] Dan hal ini akan mengganggu perkembangan selanjutnya. Karena adanya suatu masa yang disebut masa peka. Maka perkembangan tidak lain adalah terpenuhinya masa peka anak-anak. Makin tepat pelayanan terhadap masa peka, berarti anak makin baik perkembangannya.[8]

Dari ulasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum masa peka adalah masa perkembangan sesuatu fungsi maksimal besarnya dan paling tepat untuk berkembang suatu fungsi kejiwaan atau fisik seorang anak.

3.    Hukum dan mengembangkan diri

Hukum mengembangkan diri adalah hasrat mengembangkan diri dari anak yang terlihat dalam bentuk hasrat ingin tahu, mengenal lingkungan, ingin bergerak, kegiatan bermain-main, dan sebagainya. Hasrat-hasrat ini dapat mengembangkan pembawaan jasmani (urat-urat, saraf, kaki, tangan, kepala, dan lain-lain) serta pembawaan rohani (fantasi, pikiran, perasaan dan lain-lain).

Hukum mengembangkan diri diawali dengan dorongan yang pertama adalah dorongan mempertahankan diri, kemudian disusul dengan dorongan mengembangkan diri. Dorongan mempertahankan diri terwujud misalnya dorongan makan dan menjaga keselamatan diri sendiri. Contohnya anak menyatakan perasaan lapar, haus, dan sakit dalam bentuk menangis maka tangisan itu dianggap sebagai dorongan mempertahankan diri.

Pada anak-anak biasanya terlihat rasa ingin tahunya itu besar sekali, sehingga ank-anak tidak hentin-hentinya bertanya mengenai suatu hal dan dirinya akan merasa senang apabila dunianya diisi dengan berbagai pengalaman dan pengetahuan yang didapat dari sekelilingnya. Melalui kegiatan bermain, berkumpul dengan teman, bercerita dan sebagainya itu dapat dianggap sebagai dorongan untuk mengembangkan diri. Para ahli psikologi sering mempelajari laju perkembangan yang “khas” pada usia berapakah anak pada umumnya mulai berbicara, berapa cepatkah perbendaraan kata meningkat bersamaan dengan meningkatnya umur.[9]

Hukum ini berpandangan bahwa sesungguhnya setiap individu memiliki dorongan alamiah untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya. Dorongan untuk mengembangkan diri wujudnya berlainan antara individu satu dengan lainnya. Misalnya, pada remaja ada rasa ingin selalu bersaing dengan orang lain, perasaan kurang puas terhadap hasil yang telah dicapai, keinginan untuk mengetahui segala sesuatu, semua ini merupakan dorongan untuk mengembangkan diri. Hukum perkembangan mengembangankan diri merupakan hukum dimana anak tersebut ada yang cepat (tempo singkat) dan adapula yang lambat dalam pengembangannya. Contohnya keterampilan berbicara dan berjalan. Tidak seorang pun manusia normal yang menghendaki kemunduran perkembangan dirinya, ia menghendaki bodoh, dan lain sebagainya. Tetapi sebaliknya setiap anak pasti menghendaki perkembangan diri kearah suatu kemajuan, dalam suatu tingkat yang lebih tinggi dan tingkat sebelumnya.

Dengan demikian, setiap manusia disamping memiliki hasrat untuk mempertahankan diri, juga memiliki hasrat untuk mengembangkan diri. Sehingga bisa lebih mengarah dalam tingkat yang lebih tinggi sesuai kehendak dan potensi pembawaan yang mereka miliki sejak lahir.    Manusia akan selalu ingin mencoba hal-hal baru yang ada disekitarnya. Dari situ mereka akan mengenal apa yang belum mereka ketahui, dan akhirnya mereka mengalami suatu perkembangan diri baik secara fisik atau psikis.

Dari ulasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum mengembangkan diri adalah hasrat mengembangkan diri dari anak yang terlihat dalam bentuk hasrat ingin tahu, mengenal lingkungan, ingin bergerak, kegiatan bermain-main, dan sebagainya.

4.    Hukum rekapitulasi

Hukum rekapitulasi ini menjelaskan, bahwa perkembangan psikir anak adalah ulangan secara singkat perkembangan umat manusia. Seluruh perkembangan umat manusia terulang dalam waktu beberapa tahun saja secara singkat dalam perkembangan anak. Mengutip pendapat Zulkifli yang merumuskan pendapat Heckel, yaitu seorang ahli biologi yang memperkenalkan hukum rekapitulasi yang disebutnya “hukum biogenetis”. Dalam hukum tersebut perkembangan jasmani individu merupakan bagian dari perkembangan jenisnya. Dengan perkataan lain, ontogenese adalah rekapitulasi dari phylogenese. Ontogenese adalah perkembangan individu. Sedangkan phylogenese adalah kehidupan nenek moyang suatu bangsa.[10] Dengan demikian menurut hukum rekapitulasi ini perkembangan yang dialami seseorang anak merupakan ulangan ringkas sejarah kehidupan umat manusia.

Di antara para ahli ada yang setuju dengan hukum rekapitulasi ini, tetapi ada juga yang menolak sebagian bahkan ada yang menolak sama sekali.[11] Sebagian besar ahli psikologi perkembangan mengakui adanya persamaan di antara kehidupan kebudayaan mulai dari bangsa-bangsa primitive sampai pada kehidupan kebudayaan bangsa yang modern dewasa ini. Contoh hukum pengulangan ini dapat dilihat dari fase-fase perkembangan anak yang sesuai dengan perkembangan kehidupan bangsa-bangsa sejak zaman dahulu, yaitu”

a.    Masa berburu dan menyusun

Masa ini dialami ketika anak berusia sekitar 8 tahun, yang ditandai dengan kesenangan anak untuk menangkap binatang (berburu), bermain panah, bermain untuk saling mengintai (jumpritan), bermain kejar-kejaran, dan perang-perangan.

b.    Masa berternak (mengembala)

Masa ini disebut juga dengan masa menggembala. Masa ini dialami anak sekitar usia 8 sampai 10 tahun. Ciri yang menonjol pada masa ini adalah anak senang sekali memelihara binatang, seperti ayam, burung merpati, kucing, kelinci, hamster, dan lain-lain.

c.    Masa bercocok tanam (bertani)

Masa ini dialami anak ketika usia sekitar 12 tahun. Pada masa ini terlihat kegemaran anak untuk bercocok tanam, seperti senang menanam tanam-tanaman, memeliharanya, menyiraminya, dan sebagainya. Misalnya, tanaman bunga, tanaman pot bunga, atau tanaman dihalaman rumah. Biasanya anak ingin mempunyai kebun sendiri meskipun dalam ukuran mini.

d.   Masa berdagang

Masa ini dialami anak ketika berusia sekitar 14 tahun. Pada masa ini terlihat kesenangan anak untuk beraktivitas yang mirip dengan perdagangan, seperti kesukaan anak untuk jual beli, tukar-menukar barang (perangko bekas, gambar dan lain-lain). Berkirim foto dengan sahabat pena, dan sebagainya.[12]

e.    Masa industri

Masa ini timbul usia sekitar 15 tahun ke atas. Pada masa ini terlihat kesenangan dan keasyikan anak mengerjakan pekerjaan tangan, seperti menyulam, membuat keterampilan tangan, dan sebagainya. Misalnya, membuat layang-layang, membuat seruloing bambu, katapel, gasing, dan sebagainya.

Dengan demikian, hukum rekapitulasi merupakan hukum perkembangan yang memandang bahwa perkembangan yang dialami seorang anak merupakan pengulangan secara cepat sejarah kehidupan suatu bangsa nenek moyang yang berlangsung dengan lambat selama berabad-abad.

 

PENUTUP

A.      Kesimpulan

Hukum perkembangan adalah Aturan-aturan yang bersifat mengikat yang biasanya terjadi di dalam proses tumbuh kembang manusia yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif, bergelombang naik dan turun, yang berjalan dengan kelajuan cepat maupun lambat dari mulai dari masa konsepsi sampai usia dewasa dan meninggal yang terjadi secara terus menerus. Dari pembahasan makalah tentang hukum-hukum perkembangan II, maka dapat disimpulkan, bahwa:

1.    Hukum perkembangan adalah turan-aturan yang bersifat mengikat yang biasanya terjadi di dalam proses tumbuh kembang manusia yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif, bergelombang naik dan turun, yang berjalan dengan kelajuan cepat maupun lambat dari mulai dari masa konsepsi sampai usia dewasa dan meninggal yang terjadi secara terus menerus.

2.    Ada beberapa macam hukum perkembangan yaitu hukum hierarki yang merupakan hukum perkembangan dimana dalam perkembangan anak melalui tahapan dan tingkatan dan tidak serta merta berkembang secara spontan, hukum masa peka bahwa perkembangan anak ada di masa suatu fungsi berkembang maksimal, hukum memgembangkan diri adalah hasrat mengembangkan diri dari anak yang terlihat dalam bentuk ingin tahu, bergerak, mengenal lingkungan, dan sebagainya. Dan hukum rekapitulasi adalah hukum yang memandang bahwa perkembangan yang dialami anak merupakan pengulangan secara cepat sejarah kehidupan suatu bangsa nenek moyang yang berlangsung dengan lambat selama berabad-abad.

B.       Saran

Mata kuliah ini sangat penting bagi calon seorang guru. Sehingga penulis berharap agar dosen juga memberi pengarahan apabila ada kesalahan dalam pemaparan isi dan lainnya. Saran penulis bagi pembaca adalah hendaknya pembaca memahami isi dari makalah dan materi yang ada di dalamnya yang dapat digunakan sebagai bahan ajar untuk mengajar di SD dan MI.



Daftar Pustaka

Abu, Munawar Sholeh. 2005. Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Ahmadi, Abu. 2005. Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Elizabeth B. Hurlock. 2012. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.

Hartinah Siti. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT. Refika Aditama.

Purnami Sri, Hidayati Wiji. 2008. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Bidang Akademi UIN Sunan Kalijaga.

Sholehudin, Sugeng. 2008. Psikologi Perkembangan dalam Perspektif Pengantar. Pekalongan: Gama Media.

Soerjabrata, Soemadi. 1975. Psychologi Perkembangan II. Yogyakarta: Rake Press.

Thahirin. 2005. Psikologi Perbelajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT Raja Grasindo Persada.

Zulkifli, 2008. Psikologi Perkembangan. Bandung : Rosda Karya.



[1] Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga, 2012), hlm.2.

[2]Thahirin, Psikologi Perbelajaran Pendidikan Agama Islam. (Jakarta: PT Raja Grasindo Persada, 2005), hlm.41

[3]Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hlm.15

[4] Soemadi Soerjabrata, Psychologi Perkembangan II, ((Yogyakarta : Rake Press. 1975), hlm.125

[5] Abu Ahmadi, Psikologi Perkembangan, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2005), hlm. 26-27

[6] Wiji Hidayati, Sri Purnami, Psikologi Perkembangan, (Yogyakarta: Bidang Akademi UIN Sunan Kalijaga, 2008), hlm.42

[7] Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik,…………..hlm.16

[8] Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik,…………hlm.17.

[9]Sugeng sholehudin, Psikologi Perkembangan dalam Perspektif Pengantar, (Pekalongan: Gama Media, 2008), hlm.56.

[10]Zulkifli, Psikologi Perkembangan, (Bandung : Rosda Karya, 2008) hlm.42.

[11] Siti Hartinah, Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2008), hlm. 63.

[12]Sholeh Munawar, Abu. Psikologi Perkembangan,( Jakarta : PT Rineka Cipta, 2005), hlm. 27.


Post a Comment

0 Comments