MAKALAH
Hukum-hukum Perkembangan I
Untuk
memenuhi tugas mata kuliah Perkembangan Peserta Didik
Dosen Pengampu:
Dian Eka Lestari, M. Pd.
Disusun Oleh:
Dika Ayu Rahmawati (F)
Program Studi Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH AL-FATTAH
SIMAN SEKARAN LAMONGAN
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena dengan rahmat dan petunjuk-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah Perkembangan
Peserta Didik “Hukum-hukum Perkembangan
I”
Makalah ini disusun berdasarkan tugas yang diberikan oleh
Dosen mata kuliah Perkembangan Peserta Didik untuk menambah wawasan penulis. Makalah ini disusun dengan harapan dapat
bermanfaat bagi semua kalangan dan terutama bagi penulis sendiri. Ucapan terima
kasih juga tak lupa kami haturkan kepada semua pihak yang telah terlibat dalam
penyusunan makalah ini, antara lain:
1.
Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan lancar dan tanpa gangguan.
2.
Dian Eka Lestari, M.Pd. selaku Dosen mata kuliah Perkembangan Peserta
Didik, yang
telah membimbing kami dalam menyusun makalah ini.
3.
Keluarga yang senantiasa mendukung kami.
4.
Teman-teman yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah.
5.
Semua pihak yang telah terlibat yang tak
dapat kami sebutkan satu-persatu.
Kami
menyadari makalah ini masih banyak memiliki kekurangan. Untuk itu, kami
mengaharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak agar kedepannya
kami lebih baik lagi dalam menyusun sebuah makalah.
Sekaran, 03 Nopember 2018
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang................................................................................
1
B.
Rumusan Masalah...........................................................................
1
C.
Tujuan..............................................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Hukum Perkembangan.................................................. 3
B.
Hukum-hukum Perkembangan........................................................ 4
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan...................................................................................... 12
B.
Saran ............................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada setiap makhluk hidup, sejak kelahiran dan dalam
menjalani kehidupan seterusnya, terdapat dasar dan pola kehidupan yang berlaku
umum sesuai dengan jenis dan spesiesnya. Selain itu, terdapat pula pola yang
berlaku khusus sesuai dengan sifat-sifat individualnya. Pola kehidupan yang
dimaksudkan dapat dijadikan acuan untuk mengenal karakteristik perkembangan
anak-anak. Latar belakang social budaya akan mempengaruhi pola pertumbuhan dan
perkembangan pribadi anak.
Setiap manusia
pasti mengalami pertumbuhan dan perkembangan di dalam hidupnya. Perkembangan merupakan perubahan
yang terus menerus dialami, tetapi ia tetap menjadi satu kesatuan. Perkembangan
berlangsung dengan perlahan-lahan melaui masa demi masa.
Dengan demikian, akan terbentuk
karakteristik-karakteristik yang menjadi pola khusus. Diantara pola-pola khusus
itu, bahkan antara pribadi dengan pribadi, juga terdapat perbedaan tertentu.
Perbedaan tersebut akan lebih jelas bila dibandingkan secara keseluruhan pada
pribadi setiap bangsa. Berdasarkan persamaan dan perbedaan itulah diperoleh kecenderungan umum
dalam perkembangan, yang selanjutnya dinamakan hukum-hukum perkembangan. Hukum-hukum tersebut telah menunjukkan adanya
hubungan yang continue serta dapat diramalkan sebelumnya antara
variabel-variabel yang empirik.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan di
atas dapat ditarik beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana pengertian hukum perkembangan?
2.
Ada berapa hukum-hukum dalam perkembangan?
C.
Tujuan
Berdasarkan rumusan
masalah yang kami sajikan di atas, maka tujuan dari makalah ini adalah sebagai
berikut:
1.
Untuk mendeskripsikan pengertian hukum
perkembangan.
2.
Untuk menyebutkan hukum-hukum dalam
perkembangan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Hukum
Perkembangan
Pengertian “hukum” dalam ilmu jiwa perkembangan, tidaklah sama dengan yang
bisa dikenal dalam dunia perundang-undangan peradilan. Dalam ilmu perkembangan,
istilah hukum tidak dapat diasosiasikan. Misalnya, hukum perdata atau hukum
pidana. Melainkan yang dimaksud hukum perkembangan adalah kaidah fundamental
tentang realitas kehidupan anak-anak, yang telah disepakati kebenarannya
berdasarkan hasil pemikiran dan penelitian yang seksama. Jadi, hidup adalah
syarat mutlak bagi terjadinya proses perkembangan. Karena sudah pasti dan
mutlak kebenarannya, maka dalam perkembangan, susunan kalimat pernyataan seperti
itu disebut hukum.
Apabila diamati perbedaan pertumbuhan dan perkembangan setiap manusia baik
pada faktor jasmaniah maupun faktor rohaniah dalam waktu yang sama maka akan
melahirkan prinsip-prinsip perkembangan, kemudian prinsip ini mengikuti
hukum-hukum perkembangan. Hukum perkembangan merupakan suatu konsepsi yang
biasanya bersifat deduktif, dan menunjukkan adanya hubungan yang tetap (continue)
serta dapat diramalkan sebagai hukum perkembangan. Menurut definisi yang lain,
hukum perkembangan adalah prinsip-prinsip yang mendasari perkembangan fisik
maupun psikis individu. Sebagian ahli psikologi ada yang lebih senang
menggunakan prinsip-prinsip perkemabngan dan tidak menggunakan istilah hukum
perkembangan. Namun, yang lebih di kenal di Indonesia adalah hukum perkembangan
daripada prinsip perkembangan.[1]
Proses perkembangan secara umum dapat diartikan sebagai rentetan perubahan
yang terjadi dalam perkembangan sesuatu. Proses perkembangan merupakan suatu
evolusi yang secara tidak sama pada setiap anak. Namun demikian,
perbedaan-perbedaan individu dimungkinkan terjadi karena faktor-faktor
pembawaan, pengalaman-pengalaman dalam lingkungan dan faktor-faktor lainnya,
seperti iklim, sosiologis, ekonomis, dan sebagainya. Selama hayatnya, manusia
sebagai individu mengalami perkembangan yang berlangsung secara berangsur-angsur
perlahan tapi pasti, menjalani berbagai fase dan ada kalanya diselingi oleh
krisis yang datangnya pada waktu-waktu tertentu. Proses perkembangan yang
berkesinambungan, beraturan, bergelombang naik dan turun, yang berjalan dengan
kelajuan cepat maupun lambat, semua itu menunjukkan betapa perkembangan
mengikuti patokan-patokan atau tunduk pada hukum-hukum tertentu yang disebut
dengan “hukum perkembangan”.[2]
Setiap perkembangan manusia selalu beraturan, berkesinambungan dan ada
kalanya cepat ataupun lambat. Dalam proses perkembangan ini, disetiap
tahapannya memiliki kaidahnya masing-masing yang telah ditentukan oleh para
ahli psikologi melalui eksperimen terdahulu. Sehingga bisa dijadikan patokan
dalam melihat perkembangan manusia.
B.
Hukum-hukum Perkembangan
Perkembangan fisik dan mental di samping dipengaruhi oleh faktor-faktor
tersebut di atas, juga perkembangan itu berlangsung menurut hukum-hukum
tertentu. Hukum-hukum perkembangan tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
1.
Hukum Konvergensi
Pandangan pendidikan tradisional di masa lalu berpendapat bahwa
hasil pendidikan yang dicapai anak selalu dihubung-hubungkan dengan status
pendidikan orang tuanya. Menurut kenyataan yang ada sekarang ternyata bahwa
pendapat lama itu tidak sesuai lagi dengan keadaan. Pandangan lama ini dikuasai
oleh aliran nativisme yang dipelopori Schopenhauer
yang berpendapat bahwa manusia adalah hasil bentukan dari pembawaannya sejak
lahir ia membawa bakat, kesanggupan (potensi) untuk dikembangkan, dan sifat
bawaan tertentu. Pembawaan itu akan berkembang sendiri, dalam hal ini
pendidikan tidak mampu untuk mengubahnya. Aliran dalam pendidikan yang menganut
paham nativisme ini disebut aliran yang pesimis.
Paham nativisme tidak lama menguasai dunia pendidikan, sebab pada
abad ke-19 lahir paham empirisme yang berasal dari John Locke. Ia
memperkenalkan teori tabularasa yang mengatakan bahwa “child born like sheet
of white paper a void of all characters”. Ketika anak lahir, ia diumpamakan
sebagai kertas buram yang putih, belum ada ditulisi atau digoresi dengan bakat
apapun. Jiwanya masih bersih dari pengaruh keturunan sehingga pendidik bisa
membentuknya menurut kehendaknya. Aliran dalam pendidikan yang menganut paham
empiris ini disebut aliran optimis.
William Stern menggabungkan kedua pendapat di atas ke dalam hukum
konvergensi yang mengatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan yang dialami
anak adalah pengaruh dari unsur lingkungan dan pembawaan. Kedua pengaruh itu
dimisalkan dengan dua buah garis yang bertemu (bergabung) pada satu tempat,
kemudian menjadi satu garis yang kuat.[3]
Sehingga konvergensi memiliki arti perpaduan.
Menurut William Stern, ada dua hal yang sama-sama penting dalam perkembangan seseorang,
pertama pembawaannya sejak lahir, dan kedua pengaruh lingkungan dimana ia
berada. Sebagai contoh, perkembangan
seorang anak untuk “berdiri”. Secara naluriah sesuai dengan kodrat
pembawaannya, setiap anak manusia itu dalam keadaan normal pasti bisa berdiri.
Akan tetapi pembawaan semacam ini tidak akan menjadi kenyataan , jika anak
manusia itu tidak hidup dalam lingkungan masyarakat manusia. Pernah terbukti,
seseorang anak yang sebenarnya normal, tetapi sejak kecil hidup bersama dan
diasuh oleh seekor srigala, ternyata akhirnya tak dapat berdiri tegak seperti
umumnya manusia, melainkan ia merangkak dengan tangan dan kakinya, menyerupai
cara berjalannya binatang.
Aliran konvergensi dengan tegas mengakui bahwa manusia
pada dasarnya mempunyai pembawaan dasar baik, atau sebaliknya. Maka tugas
pendidikan adalah adalah mengarahkan dan membimbing sifat-sifat yang baik itu
supaya dapat berkembang secara wajar dan optimal. Dan sebaliknya tugas tugas
pendidkan adalah menekan sifat-sifat yang buruk itu, agar sifat-sifat tersebut
tidak dapat berkembang. Kehadiran hukum konvergensi merupakan jawaban tengah atas hukum
nativisme dan empirisme yang keduanya dipandang berat sebelah.
2.
Hukum Tempo Perkembangan
Tempo perkembangan adalah waktu yang dibutuhkan
seseorang untuk mengembangkan aspek tertentu pada dirinya. Bahwa perkembangan jiwa tiap-tiap anak itu berlainan, menurut
temponya masing-masing perkembangan anak berbeda, ada
yang cepat (tempo singkat) ada pula yang lambat. Suatu saat ditemukan seorang
anak yang cepat sekali menguasai keterampilan berjalan, berbiara, tetapi pada
saat yang lain ditemui seorang anak yang berjalannya atau bicaranya lambat
dikuasai. Mereka memiliki tempo sendiri-sendiri.[4]
Menurut hukum ini, setiap anak mempunyai tempo kecepatan
perkembangan sendiri-sendiri. Tempo perkembangan anak dikategorikan menjadi cepat, lambat, dan sedang. Dari setiap kategori tempo perkembangan pasti
terdapat faktor-faktor tertentu, misalnya dari lingkungan, fisik, dan psikologi
.Tetapi tempo perkembangan tidak dapat menjadi tolak ukur dalam menentukan
kesuksesan atau keberhasilan setiap anak. Hal itu dikarenakan setiap anak
adalah individu yang memiliki karakteristik tersendiri. Adanya hukum tempo
perkembangan ini, seharusnya orangtua tidak perlu merasa kecewa apabila anaknya
mengalami perkembangan yang lambat dibandingkan dengan anak tetangga.
Tempo perkembangan setiap anak itu berbeda, bisa kita lihat dalam
praktek pendidikan di sekolah. Ada anak yang dalam setiap ujian mencapai
prestasi baik, sehingga terus lancar naik kelas. Tetapi ada pula yang
mengantongi banyak nilai merah, sehingga perlu mengulang dikelas yang sama
tahun berikutnya. Juga bisa terlihat, perihal tempo perkembangan ini, dalam
pelaksanaan sistem kredit semester. Satu segi, sistem tersebut bisa dipandang
sebagai upaya untuk menempatkan setiap siswa atau mahasiswa, sesuai
dengan tempo perkembangan masing-masing. Mereka yang tempo perkembangan
belajarnya cepat, akibatnya juga segera tamat. Sementara yang lambat mereka mengikuti kata orang jawa,
alon-alon asal kelakon (biar lambat
asal terlaksana).
Kaum ibu suka membanding-bandingkan perkembangan anaknya
dengan perkembangan anak yang lain. Dari hasil-hasil percakapan antara dua
orang ibu tentang perkembangan anak mereka masing-masing ternyata bahwa setiap
perkembangan yang dialami berlangsung menurut tempo (kecepatan) masing-masing.
Mereka mengatakan, dalam hal ini pengaruh pendidikan kecil sekali dan hanya
berlaku untuk sementara waktu. Bila diperhatikan ternyata anak yang satu lebih
lekas maju pada satu tugas perkembangan dari yang dialami anak yang
lain. Anak laki-laki lebih lekas merangkak, misalnya, sedangkan anak perempuan
lebih pandai berbicara. Kadang-kadang anak pertama lebih cepat menjadi besar,
sedangkan anak kedua agak lambatpertumbuhannya. Hal ini disebabkan tiap-tiap
anak mempunyai sendiri tempo perkembangan.
Tempo perkembangan seorang anak sebenarnya dapat diubah
(dipercepat) sedikit, tetapi tidak dapat dipaksakan. Misalnya, ada orangtua
yang, menganggap
dirinya bijaksana dengan berusaha mengajari anaknya yang belum bersekolah
membaca, menulis, dan berhitung. Kemudian, ketika anaknya sudah masuk sekolah
tidak diberi kesempatan untuk bermain-main karena harus senantiasa belajar.
Tindakan demikian dapat mempercepat perkembangan akal anak itu. Akan tetapi,
tindakan orangtua tersebut sebenarnya tidak tepat meskipun dari tindakan
tersebut tidak menyebabkan anak menderita apapun, tetapi keadaan itu berarti
bahwa anak itu telah mencapai puncak perkembangan lebih dahulu daripada
teman-teman sebayanya. Ia telah melaju maju terlalu cepat dan biasanya
perkembangan rohani yang luar biasa itu akan memberi kesehatan badan. Lagipula
tidak ada orang di dunia ini yang dapat melebihi puncak perkembangan yang sudah
ditetapkan dalam pembawaannya.[5]
Maka ketika orang tua mempercepat tempo perkembangan seorang anak,
maka secara fisik ia akan lebih unggul dari teman-temannya. Tetapi, dalam hal
ini psikis atau jiwa anak belum tentu ikut berkembang sesuai fisiknya. Misalnya
saja seorang anak yang masuk dalam kelas akselerasi, secara kemampuan ia
memiliki keahlian yang lebih daripada teman-temannya yang duduk di kelas
Reguler. Tapi, apa yang terjadi pada diri anak yang masuk dalam kelas
akselerasi tersebut jika mendapat nilai jelek atau kalah dalam perlombaan,
ia menangis, ia tidak dapat menerima apa yang terjadi. Ia masih
mementingkan sifat ego-nya bahwa ia mampu, dan ia-lah yang seharusnya menang.
Maka dapat dipahami bahwa kondisi psikis
anak tersebut belum berkembang, atau perkembangannya tidak beriringan dengan
perkembangan fisiknya. Jadi dalam suatu perkembangan itu sudah ada tahapan-tahapan
masing-masing individu. Dan sebaiknya orang tua tidak perlu memaksakan perkembangan
seorang anak, karena puncak perkembangan
seorang anak tidak akan melebihi potensi dasar atau potensi pembawaan yang
dimilikinya sejak lahir.
3.
Hukum Irama Perkembangan
Irama perkembangan adalah naik turunnya gejala yang tampak akibat
perkembangan aspek tertentu. Hukum ini mengungkapkan bukan lagi cepat atau
lambatnya perkembangan anak, akan tetapi tentang irama atau ritme perkembangan.
Jadi perkembangan anak itu mengalami gelombang “pasang surut”, mulai lahir
hingga dewasa, kadang kala anak tersebut mengalami kelajuan juga kemunduran dalam suatu bidang tertentu.
Hukum irama berlaku untuk perkembangan setiap
orang. Baik perkembangan jasmani maupun perkembangan rohani tidak selalu
dialami perlahan-lahan dengan urutan-urutan yang teratur, melainkan merupakan
gelombang-gelombang besar dan kecil yang silih berganti.[6]
Irama perkembangan pada tiap-tiap fungsi berlainan, dengan kata
lain perkembangan itu tidak berlangsung secara tetap atau konstan, adakalanya
cepat, lambat dan berhenti. Misalnya, kalau fungsi jasmaniah cepat tumbuh,
fungsi rohani lambat dan sebaliknya.[7]
Irama perkembangan akan semakin jelas tampak pada saat kematangan fungsi-fungsi
fisiknya. Pada saat ini terlihat adanya selingan diantara cepat dan lambatnya
perkembangan, yang kurang lebih konstan sifatnya.[8] Sebagai contohnya anak yang sedang
giat-giatnya belajar berjalan, kegiatan belajar berbicaranya mereda untuk
sementara. Bila ia sudah dapat berjalan, kegiatan berjalan itu mereda pula
untuk sementara, kemudian seluruh perhatiannya dialihkan untuk kegiatan
berbicara.
Kelajuan atau keterlambatan dalam perkembangan itu tidak sama besar
pada setiap anak. Demikian pula proses percepatan maupun perlambaatan dalam peralihan
perkembangan tidak sama cara berlangsungnya pada setiap anak. Sehubungan dengan
perkembangan ini, anak dapat dibedakan atas tiga golongan, yaitu :
a.
Perkembangan anak manusia yang mengalami kenaikan cepat pada fase
permulaan, selanjutnya akan mengalami penurunan pada fase berikutnya.
b.
Perkembangan anak manusia yang mengalami kenaikan secara step by
step, sesuai dengan fase yang dilaluinya.
c.
Anak yang lambat laju perkembangannya, pada waktu kecil, tetapi
semakin besar (lama) semakin bertambah cepat kemajuannya.[9]
Jadi, dapat dipahami bahwa hukum irama
perkembangan ini berlaku terhadap perkembangan setiap orang baik menyangkut
perkembangan jasmani maupun rohani. Hal ini berlangsung silih berganti,
terkadang teratur, terkadang juga tidak. Adakalanya tenang, adakalanya goncang,
tergantung dari irama perkembangan masing-masing individu tersebut. Misalnya, pada umur tiga sampai lima tahun seorang anak
biasanya mengalami irama goncangan sehingga sukar diatur, suka membangkang,
tetapi setelah itu anak bisa tenang kembali.
4.
Hukum Kesatuan Organis
Abu Ahmadi dan Munawar Sholeh dalam bukunya mengatakan bahwa
hukum kesatuan organ adalah tiap-tiap anak itu terdiri dari
organ-organ tubuh, yang merupakan satu kesatuan diantara organ-organ tersebut
antara fungsi dan bentuknya, tidak dapat dipisahkan berdiri integral.[10]
Dalam garis besarnya dalam diri manusia terdapat dua jenis organ
yaitu fisik dan psikis, raga dan jiwa atau jasmani dan rohani. Menurut hukum
kesatuan organis dalam proses perkembangan seseorang setiap organ mempunyai
jalinan sedemikian erat, sehingga satu dengan yang lain saling mempengaruhi.
Perkembangan organ yang satu secara otomatis akan berpengaruh terhadap keadaan
organ yang lain. Ini berlaku secara umum baik intra maupun antar organ fisik dan
psikis.[11]
Tiap-tiap anak itu terdiri dari organ-organ tubuh, seperti tangan,
kaki, telinga, jantung, dan lain-lain, semua organ tersebut
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Contohnya perkembangan kaki yang semakin besar dan panjang
pasti diiringi perkembangan otak, kepala, tangan, dan lain-lain. Perkembangan dalam hukum ini juga berlaku pada
psikis manusia, hal ini dibuktikan dengan ketika anak-anak tumbuh hingga dewasa
pasti psikis anak tersebut ikut berubah secara bertahap, seperti mulai
munculnya rasa malu anak-anak ketika menginjak usia sekitar 9-10 tahun.[12]
Perkembangan aspek fisik atau
psikis berkaitan satu sama lain dan saling mempengaruhi (setiap
aspek tidak berkembang secara sendiri-sendiri). Oleh karena itu, dalam proses belajar
sangatlah penting untuk melibatkan sebanyak mungkin aspek fisik maupun psikis
anak secara bersamaan agar hasil belajar yang maksimal dapat tercapai dan siswa
makin mudah dan paham dengan apa yang dipelajarinya
Jadi, dari dua penjelasan di atas bisa ditarik
kesimpulan bahwa hukum kesatuan organis mengatakan bahwa perkembangan antara
organ tubuh satu dengan organ tubuh yang lain tidak bisa dipisahkan. Tidak
hanya tubuh saja yang berbentuk fisik, tapi psikis atau mental diri pun turut
berkembang.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan di atas dapat disimpulkan, bahwa:
1.
Hukum perkembangan yaitu kaidah mendasar yang menunjuk wujud nyata kehidupan
anak, yang menjadi kesatuan dimana berdasarkan penilaian dengan penelitian yang
cermat.
2.
Hukum-hukum dalam perkembangan banyak sekali yang
dikemukakan oleh ahli, namun yang dapat penulis garis bawahi ada empat, yaitu:
hukum konvergensi, hukum tempo perkembangan, hukum irama perkembangan, dan
hukum kesatuan organis.
B.
Saran
Mata kuliah ini sangat penting bagi calon
seorang guru, sehingga penulis berharap agar dosen juga mengarahkan apabila
dalam pemaparan isi dan lainnya kami melakukan kesalahan. Saran penulis
terhadap pembaca yaitu pembeca hendaknya memahami isi makalah ini karena materi
yang ada di dalamnya dapat digunakan sebagai bahan ajar ketika mengajar di
SD/MI.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi dan Munawar Sholeh. 2005. Psikologi Perkembangan.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Abu Ahmadi. 2005. Psikologi Perkembangan. Jakarta:
PT Rineka Cipta.
Asmar Yetty Zein dan Eko Suryani. 2005. Psikologi Ibu
dan Anak. Yogyakarta: Fitramaya.
Bawani, Imam. 1985. Pengantar Ilmu Jiwa Perkembangan.
Surabaya: Bina Ilmu.
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Fatimah, Enung. Psikologi Perkembangan (Perkembangan
Peserta Didik). Bandung: Pustaka Setia.
Fudyartanta, Ki. 2011. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Khairani, Makmun. 2013. Psikologi
Perkembangan. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.
Mohammad Ali dan Mohammad Asrori. 2005. Psikologi
Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Sinar Grafindo Offset.
Zulkifli. 1986. Psikologi Perkembangan. Bandung:
Rosdakarya.
Hari/tanggal : Senin, 05 Nopember 2018
Kelompok :
7
Tema/Topik : Hukum-hukum Perkembangan I
|
Moderator |
: |
|
|||
|
Anggota Kelompok |
1. Dika Ayu Rahmawati |
||||
|
2. Faula Arina Widya Cahyani |
|||||
|
PERTANYAAN |
PENANYA |
PENANGGAP |
|
||
|
|
|
|
|
||
|
|
|
|
|
||
|
|
|
|
|
||
|
|
|
|
|
||
|
|
|
|
|
||
|
|
|
|
|
||
[1] Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta
Didik, (Jakarta: Sinar Grafindo Offset, 2005), hlm. 12.
[2] Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2009), hlm. 15.
[3]Makmun Khairani, Psikologi Perkembangan, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2013) hlm 7.
[4] Abu Ahmadi, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: PT Rineka Cipta,
2005), hlm. 24
[5] Desmita, Psikologi..., h. 17.
[6] Zulkifli, Psikologi Perkembangan, (Bandung: Rosdakarya, 1986), hlm.
115.
[7] Ki Fudyartanta, Psikologi Perkembangan, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2011), hlm. 46.
[8] Enung Fatimah, Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik),
(Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 166.
[9] Desmita, Psikologi..., h. 17.
[10] Abu Ahmadi dan Munawar Sholeh, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2005), hlm. 25.
[11] Imam Bawani, Pengantar Ilmu Jiwa Perkembangan, (Surabaya: Bina Ilmu,
1985), hlm. 109.
[12] Asmar Yetti Zein dan Eko Suryani, Psikologi Ibu dan Anak,
(Yogyakarta: Fitramaya, 2005), hlm. 67.
0 Comments